21 tahun sudah kita melewati reformasi. Satu
sejarah besar yang sudah dilewati bangsa ini. Segala upaya untuk menyuarakan
tuntutan sudah kelar diperjuangkan atas dasar nurani. Mahasiswa dan berbagai
kalangan aktivis bersatu untuk menggulingkan tirani. Kini, apa kabar reformasi?
Semangat reformasi selain untuk menuntaskan
korupsi, juga untuk membuka selebar-lebarnya tindak masyarakat yang ingin
menyampaikan aspirasi. Mulanya semua berjalan sesuai semangat reformasi. KPK
sebagai manifestasi meniadakan korupsi berhasil berdiri. Kebebasan pers
seluas-luasnya kembali diberi. Dwi-fungsi ABRI berhasil dihapus dan tak eksis
kembali. Namun kini, aroma Orba yang katanya sudah mati terasa hidup kembali.
Perlahan namun pasti, korupsi tak lagi jadi
fokus untuk ditiadakan. Perlahan namun pasti, para koruptor melakukan perlawan
dari balik cela-cela kekuasaan. Imbasnya, tindak pelaku korupsi coba untuk
dilumrahkan. Kasus mega-korupsi nyaris tak dikumandakan. BLBI, Hambalang, E-KTP
tak ada kabar bersamaan tertimbunnya nama Novel Baswedan. Kini yang
mencengangkan, KPK coba untuk dilemahkan, hukuman koruptor diberi keringanan.
Aneh dan membingungkan.
Para demonstran turun ke jalan untuk melawan.
Menuntut segera dicabut pengesahan RUU dan KUHP yang penuh dengan pertentangan.
Terlepas dari perdebatan panjang tentang hasil kerja DPR di akhir masa jabatan,
ada yang lebih mengherankan demonstran: katanya kita yang sudah reformasi,
bebas berapresiasi, malah mendapat tindak represif dari mereka yang mengaku
mengamankan.
Pukulan brutal, Gas Air mata, bahkan hingga
peluru tajam kembali digunakan untuk mengusir demonstran. Satu, dua, tiga, dan
banyak korban berjatuhan. Nama-nama kembali memenuhi meja aktivis HAM dan
kemanusiaan. Perangkat negera dan kementerian dikoordinir untuk melemahkan
perlawanan. Persis 98.
Mahasiswa dan aktivis banyak yang terteror
diculik tanpa dipulangkan. Merasa terancam tragedi penculikan di jalanan.
Bahkan kini, mulai banyak nama yang dikabarkan hilang dan belum kembali menemui
rekan-rekan. Persis 98.
Tengah malam, aktivis dan mereka yang kritis,
dipenjarakan karena mengkritik Presiden dan jajaran, diciduk karena berlawanan
dengan kekuasaan, dan ditangkap karena vokal membela demonstran. Persis 98.
Kerabat media dan para jurnalis didesak untuk
bungkam dan tak memberitakan kebenaran ketika di lapangan. Mata kamera
dipatahkan, kepala jadi sasaran hantaman, dan tak jarang UU-Pers tak lagi
berguna sebagai keamanan. Persis 98.
Dan sekarang, apanya yang reformasi?
98 memang momentum pergerakan, tapi perjuangan
tetap tak mengenal batas. Maka kembalilah ke jalan untuk melawan, melanjutkan
yang belum meretas.
Karena reformasi kita belum tuntas.
Panjang umur perjuangan!

Tidak ada komentar
Posting Komentar
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Lokasi :
Komentar :